1.1.a.8. Koneksi Antar Materi

 

Kesimpulan dan Penjelasan Mengenai Pemikiran - Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

      Ki Hadjar Dewantara Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya.



     Ki Hadjar Dewantara masa kecilnya bernama R.M. Soewardi Surjaningrat, lahir pada hari Kamis Legi, tanggal 02 Puasa tahun Jawa, bertepatan dengan tanggal 2 Mei 1889 M. Ayahnya bernama G.P.H. Surjaningrat putra Kanjeng Hadipati Harjo Surjo Sasraningrat yang bergelar Sri Paku Alam ke-III. Ibunya adalah seorang putri keraton Yogyakarta yang lebih dikenal sebagai pewaris Kadilangu keturunan langsung Sunan Kalijogo (Darsiti Suratman, 1985: 2). Ki Hadjar Dewantara pertama kali masuk Europeesche Lagere School. Setelah tamat dari Europeesche Lagere School, Ki Hadjar melanjutkan pelajarannya ke STOVIA, singkatan dari School Tot Opleiding Van Indische Arsten. Ki Hadjar tidak menamatkan pelajaran di STOVIA. Ki Hajar juga mengikuti pendidikan sekolah guru yang disebut Lagere Onderwijs, hingga berhasil mendapatkan ijasah (Irna H.N., Hadi Soewito, 1985: 16).

Ketika di negeri Belanda perhatian Soewardi Soejaningrat tertarik pada masalah - masalah pendidikan dan pengajaran di samping bidang sosial politik. Ia menambah pengetahuannya dalam bidang pendidikan dan pada tahun 1915 memperoleh akte guru. Tokohtokoh besar dalam bidang pendidikan mulai dikenalnya, antara lain; J.J. Rousseau, Dr. Frobel, Dr. Montessori, Rabindranath Tagore, John Dewey, dan Kerschensteiner. Frobel ahli pendidikan terkenal dari Jerman pendiri “Kindergarten”. Montessori sarjana wanita dari Italia pendiri “Casa dei Bambini”. Rabindranath Tagore, pujangga terkenal dari India, pendiri perguruan “Santi Niketan”. Pengalaman Ki Hadjar Dewantara dan kawan-kawannya di lapangan perjuangan politik, dengan melalui berbagai rintangan, penjara dan pembuangan dengan segala hasilnya, menimbulkan pikiran baru untuk meninjau cara-cara dan jalan untuk menuju kemerdekaan Indonesia (Muchammad Tauchid, 1963: 29). Ki Hadjar Dewantara yang terus berjuang tak kenal lelah tersebut dalam menghadapi berbagai masalah, ternyata dia menaruh perhatian terhadap pendidikan karakter bangsa.

Ki Hajar Dewantara adalah Bapak Pendidikan Nasional. Hal itu karena beliau merupakan seorang tokoh yang tanpa jasa memerdekakan Indonesia. Pengabdian yang ia berikan begitu besar terhadap bangsanya. Banyaknya karya yang membuat Indonesia menjadi bangga pun sering ia lakukan. Bahkan saking begitu banyak membuat Indonesia bangga, tanggal lahir Ki Hajar Dewantara menjadi hari Pendidikan Nasional. Hari yang dikenal seluruh warga Indonesia. Hari seseorang yang dilahirkan untuk memerdekakan pendidikan di Indonesia. Dengan kepintaran, kebijaksanaan, tekun dan berani memerdekakan hak dari orang lain dan bangsanya melawan penjajah. Ki Hajar Dewantara berasal dari lingkungan keluarga Keraton Yogyakarta. Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 meninggal di usia 69 tahun di Yogyakarta, 26 April 1959. Dengan nama kecil Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat) setelah itu sejak 1922 menjadi Ki Hadjar Dewantara (EYD: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro). Beliau merupakan aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia saat zaman penjajahan Belanda. ELS merupakan sekolah dasar di Eropa, Belanda yang menjadi lulusan Ki Hajar Dewantara. Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar, antara lain, Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya komunikatif dan tajam dengan semangat antikolonial. Banyak karya-karya yang dimiliki beliau. Berbagai macam cara yang dilakukan Ki Hajar dewantara demi memperjuangkan kemerdekaan pendidikan Indonesia. Salah satunya dengan seringnya mengubah namanya sediri. Hal tersebut dimasudkan untuk menunjukkan perubahan sikapnya dalam melaksanakan pendidikan yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria yaitu dari pahlawan yang berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan peserta didik untuk melindungi bangsa dan negara.

Menurut Ki Hajar Dewantara, Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anakanak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Lingkungan pendidikan meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan organisasi pemuda, yang ia sebut dengan Tri Pusat Pendidikan.

 a. Lingkungan Keluarga (Primary Community); 

Pendidikan Keluarga berfungsi:

(1). Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak,

(2). Menjamin kehidupan emosional anak,

(3). Menanamkan dasar pendidikan moral,

 (4). Memberikan dasar pendidikan sosial, dan

(5). Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak.

 b. Lingkungan Sekolah; Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam ketrampilan. Karena jika ditilik dari sejarah perkembangan profesi guru, tugas mengajar sebenarnya adalah pelimpahan dari tugas orang tua karena tidak mampu lagi memberikan pengetahuan, ketrampilan, dan sikapsikap tertentu sesuai dengan perkembangan zaman. Fungsi Sekolah antara lain:

 (1) Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta menanamkan budi pekerti yang baik,

(2) Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam masyarakat yang sukar atau tidak dapat diberikan di rumah,

(3) Sekolah melatih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti membaca, menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu lain yang sifatnya mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan,

(4). Di sekolah diberikan pelajaran etika , keagamaan, estetika, membedakan moral,

 (5). Memelihara warisan budaya yang hidup dalam masyarakat dengan jalan menyampaikan warisan kebudayaan kepada generasi muda, dalam hal ini tentunya anak didik.

c. Lingkungan Organisasi Pemuda. Peran organisasi pemuda yang terutama adalah mengupayakan pengembangan sosialisasi kehidupan pemuda. Melalui organisasi pemuda berkembanglah semacam kesadaran sosial, kecakapan-kecakapan di dalam pergaulan dengan sesama kawan (social skill) dan sikap yang tepat di dalam membina hubungan dengan sesama manusia (social attitude).

Ki Hajar Dewantara senantiasa melihat manusia lebih pada sisi kehidupan psikologiknya, karena manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang. Guru yang efektif memiliki keunggulan dalam mengajar (fasilitator); dalam hubungan (relasi dan komunikasi) dengan peserta didik dan anggota komunitas sekolah; dan juga relasi dan komunikasinya dengan pihak lain (orang tua, komite sekolah, pihak terkait); segi administrasi sebagai guru; dan sikap profesionalitasnya. Sikap-sikap profesional itu meliputi antara lain: keinginan untuk memperbaiki diri dan keinginan untuk mengikuti perkembangan zaman. Maka penting pula membangun suatu etos kerja yang positif yaitu: menjunjung tinggi pekerjaan; menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan, dan keinginan untuk melayani masyarakat. Dalam kaitan dengan ini penting juga performance/penampilan seorang profesional: secara fisik, intelektual, relasi sosial, kepribadian, nilai-nilai dan kerohanian serta mampu menjadi motivator. Singkatnya perlu adanya peningkatan mutu kinerja yang profesional, produktif dan kolaboratif demi pemanusiaan secara utuh setiap peserta didik.

Dalam proses tumbuh kembangnya seorang anak, Ki Hadjar Dewantara memandang adanya tiga pusat pendidikan yang memiliki peranan besar. Semua ini disebut “Tripusat Pendidikan”. Tripusat Pendidikan mengakui adanya pusat-pusat pendidikan yaitu;

1) Pendidikan di lingkungan keluarga,

2) Pendidikan di lingkungan perguruan, dan

3) Pendidikan di lingkungan kemasyarakatan atau alam pemuda. Alam keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama dan terpenting.

Selain tripusat pendidikan Ki Hadjar Dewantara mengemukakan ajaran Trikon. Teori Trikon merupakan usaha pembinaan kebudayaan nasional yang mengandung tiga unsur yaitu kontinuitas, konsentrisitas, dan konvergensi.

a. Dasar Kontinuitas Dasar kontinuitas berarti bahwa budaya, kebudayaan atau garis hidup bangsa itu sifatnya kontinu, bersambung tak putus-putus. Bahwa dalam mengembangkan dan membina karakter bangsa harus merupakan kelanjutan dari budaya sendiri.

b. Dasar Konsentris Dasar konsentris berarti bahwa dalam mengembangkan kebudayaan harus bersikap terbuka, namun kritis dan selektif terhadap pengaruh kebudayaan di sekitar kita.

c. Dasar Konvergensi Dasar konvergensi mempunyai arti bahwa dalam membina karakter bangsa, bersama sama bangsa lain diusahakan terbinanya karakter dunia sebagai kebudayaan kesatuan umat sedunia (konvergen), tanpa mengorbankan kepribadian atau identitas bangsa masing-masing. Kekhususan kebudayaan bangsa Indonesia tidak harus ditiadakan, demi membangun kebudayaan dunia.

Dalam pelaksanaan pendidikan, Ki Hadjar Dewantara menggunakan “Sistem Among” sebagai perwujudan konsepsi beliau dalam menempatkan anak sebagai sentral proses pendidikan. Dalam Sistem Among, maka setiap pamong sebagai pemimpin dalam proses pendidikan diwajibkan bersikap: Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, dan Tutwuri handayani (MLPTS, 1992: 19-20).

 a. Ing Ngarsa Sung Tuladha Ing ngarsa berarti di depan, atau orang yang lebih berpengalaman dan atau lebih berpengatahuan. Sedangkan tuladha berarti memberi contoh, memberi teladan (Ki Muchammad Said Reksohadiprodjo, 1989: 47). Jadi ing ngarsa sung tuladha mengandung makna, sebagai pendidik adalah orang yang lebih berpengetahuan dan berpengalaman, hendaknya mampu menjadi contoh yang baik atau dapat dijadikan sebagai “central figure” bagi siswa (Among).

b. Ing Madya Mangun Karsa Mangun karsa berarti membina kehendak, kemauan dan hasrat untuk mengabdikan diri kepada kepentingan umum, kepada cita-cita yang luhur. Sedangkan ing madya berarti di tengah tengah, yang berarti dalam pergaulan dan hubungannya sehari-hari secara harmonis dan terbuka. Jadi ing madya mangun karsa mengandung makna bahwa pamong atau pendidik sebagai pemimpin hendaknya mampu menumbuhkembangkan minat, hasrat dan kemauan anak didik untuk dapat kreatif dan berkarya, guna mengabdikan diri kepada cita-cita yang luhur dan ideal (Momong)

 c. Tutwuri Handayani Tutwuri berarti mengikuti dari belakang dengan penuh perhatian dan penuh tanggung jawab berdasarkan cinta dan kasih sayang yang bebas dari pamrih dan jauh dari sifat authoritative, possessive, protective dan permissive yang sewenang-wenang. Sedangkan handayani berarti memberi kebebasan, kesempatan dengan perhatian dan bimbingan yang memungkinkan anak didik atas inisiatif sendiri dan pengalaman sendiri, supaya mereka berkembang menurut garis kodrat pribadinya (Ngemong).

REFLEKSI :

Dalam pembelajaran yang sudah saya lakukan adalah saya senantiasa menuntun anak - anak dengan sabar dan selalu memotivasi mereka untuk terus mengembangkan potensinya atau keunggulan mereka masing – masing .


Namun masih banyak hal – hal yang harus saya perbaiki yakni dari aspek pemikiran Ki Hadjar Dewantara yakni :

1.     Menghantar mereka untuk menikmati pembelajaran dengan bahagia

2.     Membuat anak – anak merasa nyaman dalam setiap pembelajaran

3.     Mencapai hakikat tujuan pendidikan adalah untuk keselamatan

4.     Mengembangkan pembelajaran yang berpusat pada murid

5.     Terus menjalin kolaborasi dengan wali murid

Daftar Pustaka

Darsiti Suratman. Ki Hadjar Dewantara. Jakarta: Majelis Pendidikan dan Kebudayaan. 1985.

Helena Asri Sinawang. 2008. Guru dan Watak Bangsa, dari http://www.keyanaku.blogspot.com. Diunduh 28 Maret 2011.



Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

POSTUR PEMBINA